Kamis, 15 Desember 2011

Mengapa Mesti Berdoa



Mengapa mesti berdoa? Bukankah Allah Tuhan seru sekalian alam sudah sedemikian Maha Mengetahui kalimat-kalimat yang kita lahirkan maupun yang masih kita sembunyikan? Bukankah permintaan yang kita ajukan lewat doa sama artinya dengan meragukan kemahatahuan Allah? Sedangkan Allah Maha Melihat dan Maha Mendengar bahkan segala yang baru tercetus di dasar hati. 

Bukankah Dia Maha Kasih dengan kasih sayang yang tak berbatas sehingga kalau pun tanpa doa dari hamba-hamba-Nya, Dia meluaskan juga pintu rezeki-Nya kepada kita? Lalu mengapa mesti menyibuk-nyibukkan diri dengan doa? Dan mengapa mesti menyembah, rukuk sujud dalam sholat? Bukankah Allah Maha Benar dengan segala sifat ketuhanan-Nya? Bukankah penyembahan kita tidak akan mengubah apapun dari sifatsifat- Nya? Lalu mengapa mengira bahwa Dia membutuhkan penyembahan kita, pengakuan dari kita bahwa Dialah Allah Tuhan yang sebenar-benar Tuhan? 

Bukankah tanpa itu semua Dia tetap Tuhan penguasa seluruh alam ini? Lalu mengapa mesti menyembah, rukuk sujud dalam sholat? Ikhwan fillah, mungkin kita pernah ‘tertipu’ dengan ungkapan-ungkapan mengagumkan seperti beberapa contoh di atas. Ungkapan-ungkapan yang disampaikan oleh orang-orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia sangat mengagumkan, sungguh menarik hati dan melenakan dan bahkan mereka berani mempersaksikan kepada Allah atas kebenaran isi hatinya, padahal mereka adalah penantang yang paling keras (QS. Al Baqarah [2]:204). Mungkin suatu kali kita terkagum-kagum oleh ketinggian nilai-nilai filsafat yang diusung oleh orang-orang seperti ini.

Dan kita, seperti terkesima tak bisa memberikan argumen atas pertanyaan-pertanyaan yang lebih berupa pernyataan-pernyataan mengagumkan ini.
Bukti penghambaan, itulah jawabannya. Ketaatan kita adalah bukti bahwa kita mengakui Allah adalah Tuhan yang menguasai kita. Doa dan rukuk sujud sholat kita adalah perwujudan persaksian kita bahwa Dialah Allah Tuhan yang patut disembah. Dan Allah memang tidak membutuhkan penyembahan kita, tetapi justru kitalah yang lebih membutuhkan penyembahan tersebut sebagai bentuk ketaatan atas perintah-perintah yang Dia bebankan kepada kita. Ketundukan atas perintah-perintah-Nya adalah wujud dari persaksian kehambaan kita.

Bukankah Allah sang Tuhan yang Maha Menguasai telah memerintahkan kita untuk meminta kepada-Nya? Bukankah Dia juga telah memerintahkan kita untuk mengingat-Nya dengan sholat. Lalu mengapa kita berkilah untuk mengingkari perintah-Nya bila kita sudah menyatakan janji ketaatan kepada-NYa Bukankah Dia memerintahkan kepada kita untuk menyatakan: "Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, (QS. Al An’am [6]:162)

Menurut riwayat, shahabat Umar radhiallahu ‘anhu, semoga Allah meridhoinya, pernah ‘marah kepada hajar aswad, batu hitam yang dicium di samping Ka’bah dalam rangkaian ritual ibadah haji. Dengan bahasa kita sekarang beliau sampai berkata, ‘seandainya bukan Allah dan rasul-Nya yang mensyariatkan, tak kan kucium kau wahai batu hitam karena apalah engkau hanya sebongkah batu’. Inilah ketaatan kepada Allah. Inilah penghambaan yang dibuktikan dengan ketundukan terhadap perintah-perintah-Nya. Dan Allah Tuhan seru sekalian alam telah mengajarkan bahwa taqwa, menjalankan semua perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya adalah bentuk dari persaksian kita.

Di dalam hidup ini, banyak sekali perintah-perintah dan larangan-Nya yang harus kita patuhi untuk mewujudkan penghambaan kita. Tinggal kita sekarang mau atau tidak melaksanakan perintah dan menjauhi larangan sebagai bentuk ketaatan.

Ya Allah jadikan kami sebagai hamba yang selalu melaksanakan perintah-perintah-Mu dan menjauhi larangan-larangan-Mu.

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:
Free Blog Templates