Mengapa
mesti berdoa? Bukankah Allah Tuhan seru sekalian alam sudah sedemikian Maha Mengetahui kalimat-kalimat yang kita
lahirkan maupun yang masih kita sembunyikan? Bukankah permintaan yang kita ajukan lewat doa sama
artinya dengan meragukan kemahatahuan Allah? Sedangkan
Allah Maha Melihat dan Maha Mendengar bahkan segala yang baru tercetus di dasar hati.
Bukankah Dia Maha Kasih dengan kasih
sayang yang tak berbatas sehingga kalau pun tanpa doa
dari hamba-hamba-Nya, Dia meluaskan juga pintu rezeki-Nya kepada kita? Lalu
mengapa mesti menyibuk-nyibukkan diri dengan doa? Dan mengapa mesti menyembah, rukuk sujud
dalam sholat? Bukankah Allah Maha Benar dengan segala
sifat ketuhanan-Nya? Bukankah penyembahan kita tidak akan mengubah apapun dari
sifatsifat- Nya? Lalu mengapa
mengira bahwa Dia membutuhkan penyembahan kita, pengakuan dari kita bahwa Dialah Allah Tuhan yang
sebenar-benar Tuhan?
Bukankah
tanpa itu semua Dia tetap Tuhan
penguasa seluruh alam ini? Lalu mengapa mesti menyembah, rukuk sujud dalam
sholat? Ikhwan fillah, mungkin kita pernah
‘tertipu’ dengan ungkapan-ungkapan mengagumkan seperti beberapa contoh di atas. Ungkapan-ungkapan
yang disampaikan oleh orang-orang yang ucapannya
tentang kehidupan dunia sangat mengagumkan, sungguh menarik hati dan melenakan dan bahkan mereka berani mempersaksikan
kepada Allah atas kebenaran isi hatinya, padahal mereka
adalah penantang yang paling keras (QS. Al Baqarah [2]:204). Mungkin suatu kali
kita terkagum-kagum oleh ketinggian nilai-nilai
filsafat yang diusung oleh orang-orang seperti ini.
Dan
kita, seperti terkesima tak bisa memberikan argumen atas pertanyaan-pertanyaan
yang lebih berupa
pernyataan-pernyataan mengagumkan ini.
Bukti
penghambaan, itulah jawabannya. Ketaatan kita adalah bukti bahwa kita mengakui
Allah adalah Tuhan yang menguasai kita. Doa dan
rukuk sujud sholat kita adalah perwujudan persaksian
kita bahwa Dialah Allah Tuhan yang patut disembah. Dan Allah memang tidak membutuhkan penyembahan kita, tetapi justru
kitalah yang lebih membutuhkan penyembahan tersebut
sebagai bentuk ketaatan atas perintah-perintah yang Dia bebankan kepada kita. Ketundukan atas perintah-perintah-Nya
adalah wujud dari persaksian kehambaan kita.
Bukankah Allah sang Tuhan yang Maha Menguasai telah
memerintahkan kita untuk meminta kepada-Nya? Bukankah
Dia juga telah memerintahkan kita untuk mengingat-Nya dengan sholat. Lalu
mengapa kita berkilah untuk mengingkari
perintah-Nya bila kita sudah menyatakan janji ketaatan kepada-NYa Bukankah Dia memerintahkan kepada kita
untuk menyatakan: "Sesungguhnya shalatku, ibadatku,
hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, (QS. Al An’am [6]:162)
Menurut
riwayat, shahabat Umar radhiallahu ‘anhu, semoga Allah meridhoinya, pernah
‘marah kepada hajar aswad, batu hitam yang dicium
di samping Ka’bah dalam rangkaian ritual ibadah haji.
Dengan bahasa kita sekarang beliau sampai berkata, ‘seandainya bukan Allah dan
rasul-Nya yang mensyariatkan,
tak kan kucium kau wahai batu hitam karena apalah engkau hanya sebongkah batu’. Inilah ketaatan kepada
Allah. Inilah penghambaan yang dibuktikan dengan ketundukan
terhadap perintah-perintah-Nya. Dan
Allah Tuhan seru sekalian alam telah mengajarkan bahwa taqwa, menjalankan semua perintah-perintah-Nya dan menjauhi
larangan-larangan-Nya adalah bentuk dari persaksian kita.
Di
dalam hidup ini, banyak sekali perintah-perintah dan larangan-Nya yang harus
kita patuhi untuk mewujudkan
penghambaan kita. Tinggal kita sekarang mau atau tidak melaksanakan perintah dan menjauhi larangan sebagai
bentuk ketaatan.
Ya
Allah jadikan kami sebagai hamba yang selalu melaksanakan perintah-perintah-Mu
dan menjauhi larangan-larangan-Mu.
0 komentar:
Posting Komentar